Asyiknya Acara Televisi Jadul


Aku suka banget nonton televisi. Walau enggak semua acaranya ditonton, tapi aku bisa hafal.  Dari kecil kebiasaan nonton tipi itu berlanjut sampai segede sekarang.  Dulu sih, acara tivinya emang keren-keren banget. Yang selalu aku ikuti itu salah satunya adalah acara Asia Bagus, dari aku masih sekolah dasar sampe mau lulus SMA. Dari acaranya nongol di TVRI sampai migrasi ke RCTI, aku adalah penonton setianya. Acara lain yang juga aku tonton adalah Kera Sakti (semua versi), Angling Darma, Film Televisi (FTV), dan sinema elektronik.
Berhubung dulu televisi adalah benda yang langka belum lagi harus menggunakan antena khusus agar nggak cuma TVRI doang yang ada, jadinya kita berbondong-bondong nonton di rumah tetangga. Nah, salah satunya nonton Kera Sakti, kudu jalan ke rumah tetangga yang beda dusun biar bisa lihat aksinya Sun Go Koong. Setelah nonton berasa puas dan terhibur. Saat sudah ada antena khusus di rumah dan ada Kera Sakti versi baru, ya tetap aja ngikutin sampe habis.

Banyak acara televisi tahun 90an hingga 2000an yang menarik seperti MTV, Asia Bagus, beragam acar musik lokal dan sinetron yang menghibur

Selain acara-acara drama dan silat, acara kompetisi adalah salah satu acara yang paling banyak aku tonton. Asia Bagus sih yang aku ikutin, setiap Sabtu sore jam lima aku udah pantengin televisi. Kalau kalian lupa atau tidak tahu Asia Bagus aku jelasin lagi. Asia Bagus itu adalah kompetisi nyanyi yang diikuti oleh beberapa negara di Asia seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Jepang, Taiwan. Setiap minggu akan dicari pemenang mingguan terus diadu untuk dapetin juara bulanan dan juara umum (grand championship). Banyak penyanyi-penyanyi Indonesia yang lahir dari ajang pencarian bakat ini, sebut saja Krisdayanti dan Dewi Gita yang menang di grand championship tahun 1992. Krisdayanti berhasil meraih juara 1 sedangkan Dewi Gita berhasil meraih juara dua. Mereka mengalahkan finalis-finalis dari negara lain seperti Malaysia, Jepang dan Singapura.  Oh ya, Rio Febrian dan Alena juga sempat jadi juara umum juga loh. Andien juga sempat menang di kompetisi mingguan dan masuk jadi finalis di grand champoinship.
Acara televisi lain yang aku ikutin waktu masih remaja adalah Music Television (MTV), dulu MTV tayang di stasiun televisi ANTV. Setiap sore habis pulang dari sekolah pasti mantengin buat nonton MTV Most Wanted, acara request lagu gitu dan dipandu VJ VJ dari Asia seperti Sarah Sechan, Donita, Utt, Jimmy dan sebagian aku lupa. Di acara ini kalau kita request lagu dari Artist of The Month, bakalan dapat merchandise dari artis bersangkutan. Dulu, aku sempat buat request yang unik gitu. Siapa tahu bisa terpilih dan dapat merchandise. Tapi aku belum beruntung.... Setiap bulan aku pasti nunggu, kira-kira siapa lagi artist of the mont yang akan dipilih. Soalnya kalau seorang penyanyi atau band jadi artist of the month, lagu-lagunya sering diputar di acara-acara MTV lainnya. Interview juga kerap dilakukan dengan artist of the month. Jadi kalau penyanyi favorit yang terpilih, kan senang banget. Seringnya sih artist of the month yang terpilih itu penyanyi-penyanyi baru.
Selain MTV Most Wanted, aku juga mantengin acara MTV lainnya seperti MTV Asia Hit List. MTV Asia Hit List itu chart top 20 dari semua artist. Dulu awal-awal nonton lagi suka dengerin lagunya Celine Dion yang My Heart Will Go On dan yang aku tahu lagu itu pasti bakal ada sekitar jam dua siang di hari Sabtu. Selidik demi selidik ternyata MTV Asia Hit List tayang jam 12 sampai jam dua siang, dan kebetulan juga lagu Celine Dion ada di posisi pertama selama 11 minggu gitu. Pas aku cek, Celine Dion nangkring di posisi 1 terus minggu berikutnya disusul oleh Savage Garden dengan lagu Truly Deeply Madly, minggu berikutnya Celine Dion naik lagi merajai chart sampai sembilan minggu berturut-turut, kemudian diambil alih lagi oleh Madonna lewat lagu Frozennya, minggu berikutnya Celine Dion naik lagi di posisi pertama. Total 11 minggu. Hebat yaak?
Nah, yang aku lumayan kaget di tahun 1998, ada penyanyi Indonesia yang tiba-tiba masuk chart. Anggun lewat lagu Snow On The Sahara. Perasaanku waktu itu bangga banget ada penyanyi Indonesia yang bisa masuk chart bareng artis-artis internasional. Sayangnya Anggun cuma mentok sampai posisi 2. Tapi udah keren sih. Apalagi di chart tahunan (1998), Snow On The Sahara berhasil nangkring di posisi 19, posisi 20 ada lagu Ray Of Lightnya Madonna.
Gara-gara MTV Asia Hit List, aku mulai ngikutin sepak terjang penyanyi penyanyi luar negeri. Hampir hafal semuanya. Ha... ha... ha....
Acara MTV lain yang aku gemari dan merupakan acara MTV lokal Indonesia adalah MTV Ampuh atau MTV Ajang Musik Pribumi Sepuluh terus berganti jadi duapuluh. Di tahun 1998, lagunya Reza Artamevia berhasil nongrong di posisi pertama sebanyak tujuh minggu di susul ME dengan lagunya Inikah Cinta dan Krisdayanti di posisi 3 karena berhasil nongkrong di posisi pertama selama lima minggu. Dulu, kalau musisi berhasil masuk chart MTV Ampuh berasa keren banget karena kreadibilitas lagu dan albumnya nggak diragukan. Beda sama chart-chart sekarang yang diset sesuka hati oleh yang punya televisi.
Masuk era tahun 1999 sampai 2000-an, MTV Ampuh didominasi grup band yang albumnya terjual hingga jutaan copy. Yang paling membekas banget ya munculnya Sheila On Seven, dari lagunya yang berjudul Kita sampai Dan ganti-gantian nongkrong di posisi pertama. Dulu tuh, sulit banget menggeser posisi grup band ini, kalau mereka buat video klip baru. Lagunya nggak bakalan mulai dari bawah, tapi langsung menggantikan lagunya yang lama. Misal lagu Kita Sheila On 7 berhasil di posisi satu, terus video klip Dan muncul, lagu Dan itu yang akhirnya gantiin lagu Kita.
Di era ini kayaknya era emasnya musik Indonesia, Sheila On 7, Jamrud, Dewa, dan Padi berhasil menorehkan prestasi sebagai band yang albumnya terjual hingga jutaan kaset.  Kalau jajaran penyanyi solo, ada Chrisye, Krisdayanti, Titi DJ, Rita Effendy, Rossa, Reza Artamevia dan penyanyi-penyanyi lainnya.
Tahun berganti, dan aku makin gede terus kuliah. Aku sudah jarang ngikutin acara televisi. Karena padatnya acara apalagi semenjak tinggal di kossan dan cuma ada televisi satu-satunya. Hasrat nonton televisi masih tinggi tapi kesempatan sangat langka. Apalagi selera teman-teman kossan yang beda banget, mereka suka banget nonton berita ha... ha.... Beda jauh sama aku yang suka nonton dan dengerin musik.Tapi masih suka curi-curi nonton sih, apalagi kalau acara-acara MTV, aduuuh.... kayaknya kesiksa banget waktu itu. Paling baner lihat di tabloid atau majalah untuk chart terkini. Cuma lama-lama karena kesibukan akhirnya hasrat buat nonton mulai berkurang.
Semenjak menikah, aku hampir neggak pernah nonton televisi dan emang enggak minat sih. Televisi tuh cuma kayak salah satu properti hiasan di rumah ha.. ha...  apalagi di era digital kayak sekarang. Nonton sudah bisa dilakukan di telepon genggam masing-masing. Masih ada beberapa acara musik yang aku ikutin sih terutama kompetisi nyanyi kayak Indonesian idol dan The Voice. Cuma ya gitu, sebatas melihat saja. Nggak kayak dulu sampe dibela-belain buat nonton dan begadang.
Kalau sekarang karena acara di youtube makin banyak dan rame jadi acara-acara televisi sudah enggak begitu penting. Apalagi banyak gimmik gimmik artis yang nggak penting yang lagi cari panggung biar tetap eksis. Seperti yang terjadi beberapa hari ini, seorang suami yang gebrek istri di kamar. Aku sih nggak ngikutin, tapi di instagram lumayan rame. Miris aja sih jadinya...
Kalau menurutku acara televisi sekarang nggak seseru yang dulu. Banyak banget hal-hal yang enggak penting yang dihadirkan. Mending nonton acara-cara di youtube atau baca buku. Ya kan?

Baca juga:
Ketemu Ria SW di Ideafest 2018
5 Musisi Cewek yang Jago Buat Lagu
Merekam Jejak Karya Mouly Surya

Bahasa Nias dan Amaedola



Bahasa Nias

Bicara soal Nias emang nggak ada habisnya, kali ini aku mau bahas tentang bahasa Nias yang unik dan berbeda dengan bahasa daerah di Indonesia. Meskipun Nias masuk dalam provinsi Sumatera Utara, namun nyatanya bahasa Nias beda dengan bahasa Batak dan Melayu yang ada di Sumatera Utara. Marga orang Nias juga beda jauh dari marga-marga pada Suku Batak. Dulu, awal aku datang untuk pertama kali ke Nias, aku agak kesusahan dalam menghafal nama orang Nias, marga seperti Zebua, Zendrato, Zalukhu, Waruwu, Fau, Fa’ana dan marga yang lain, semua masih terdengar asing di telingaku.
 Salah satu bahasa di dunia yang unik adalah bahasa Nias. Salah satu yang unik adalah semua kosakata di akhir kata tidak ada konsonan.

Dua kali ke Nias, masih aja nggak ngeh dengan keunikan bahasanya. Sampai akhirnya, balik lagi untuk mengulik lebih dalam lagi tentang budaya Nias termasuk bahasanya. Dari buku yang aku baca dan budayawan yang diajak ngobrol, ternyata orang Nias itu jago dalam bahasa tutur atau bahasa lisan. Makanya nggak heran kalau ada sekitar 13 sastra lisan yang digunakan dalam upacara adat maupun dalam keseharaian. Tapi bahasnya nanti. Aku pengen bahas tentang keunikan bahasa Nias dulu.
Nah, bahasa daerah Nias ini biasanya disebut disebut Li Niha. Apa itu ya? “Li” artinya suara sedangkan “Niha” memiliki arti manusia. Penamaan Li Niha yang berarti suara manusia erat hubungannya dengan tradisi lisan masyarakat Nias, dalam bahasa Nias tradisi ini disebut Hoho.
Apa saja keunikan bahasa Nias?
Tidak Ada Konsonon Penutup
Keunikan bahasa daerah Nias yang pertama adalah tidak ada konsonan penutup. Tahu huruf vokal dan huruf konsonan kan? Nah, bahasa daerah Nias ini enggak mengenal  konsonan atau huruf mati di akhir kata. Jadi, semua katanya itu di akhiri dengan huruf vokal seperti a, e, o, u dan ö. Contoh kalimatnya gofu hezoso mõi lõsu ba igo'õ-go'õ ia uliho yang artinya sifat dan perilaku itu akan selalu dibawa-bawa kemana pun perginya. Perhatikan nggak ada huruf konsonannya ya?
Huruf ö
Huruf ö ini sebagai salah satu tambahan huruf vokal. Penambahan huruf vokal ö (dibaca ”e” seperti pada kata empat, enggan). Adanya huruf tambahan ini membuat bahasa Nias terlihat unik ketika dituliskan. Tambah unik lagi kalau ada yang sedang mendikte dan ada yang sedang menuliskan. Saat awal-awal tinggal di Bogor, aku yang bukan orang Sunda menuliskan salah satu kata di papan tulis. Kata yang aku tulis waktu itu adalah kata “heunteu” yang artinya tidak. Saat itu, aku menuliskan hente tanpa ada penambahan u. Dan aku ditertawakan kemudian diberitahu penulisan yang benar.
Tidak ada huruf c, j, q, v dan x
Adanya penambahan huruf berarti ada pengurangan huruf juga. Enggak seperti bahasa Indonesia pada umumnya, bahasa Nias tidak menggunakan huruf c, j, q, v, dan x).
Penggunaan tanda kutip satu (‘)
Keunikan lainnya pada bahasa Nias adalah penggunaan tanda kutip. Biasanya tanda kutip digunakan untuk kata-kata yang memiliki dua huruf vokal yang bertemu. Contoh pada kata ya’ahowu, pertemuan antara huruf vokal a dan a dipisahkan dengan menggunakan tanda kutip. Contoh lain pada kata ma’igi (tertawa), te’u (tikus) dan ya’o (saya). Terdengar unik secara lisan dan penulisan.
Jadi kalau kalian sempat berkunjung ke Nias, coba deh main ke pasar dan dengerin orang Nias ngomong. Berasa ada di negeri mana gitu. Apalagi secara face, orang Nias wajahnya putih sipit tapi berbeda dengan wajah orang Tiongkok kebanyakan.
Oh ya, bahasa Nias ini masih belum diketahui asal muasalnya. Jadi banyak juga peneliti yang sengaja datang untuk tahu lebih banyak tentang asal muasal bahasa Nias.

Amaedola: Seni Sastra bahas Nias.

Untuk urusan budaya dari Nias, yang terkenal banget itu pastinya adalah lompat batu. Tapi ternyata dan aku juga baru ngeh, sastra di Nias itu lumayan banyak, ada sekitar 13 sastra lisan. Ketiga belas sastra lisan itu adalah fangowai ba fame afo, bolihae, hendrihendri, fotu ni’owalu (bene’ö), olola mbawi, famasao ono mbawi, fanika era ‘era mböwö, amaedola, nidunödunö/hikaya, hoho, fo’ere, famatörö töi mbalugu, baa tanöbö’önia.
Beberapa sastra lisan Nias yang aku tahu setelah baca literatur di Museum Pusaka Nias adalah hendrihendri, hoho dan amaedola. Kali ini, fokus aku ke sastra lisan Amaedola.
Dari literatur yang aku baca....

“Amaedola adalah salah satu budaya khas Nias yang termasuk dalam seni sastra bahasa Nias.  Dalam bahasa Indonesia amaedola diartikan sebagai pepatah atau pribahasa. Biasanya di masyarakat Nias, amaedola digunakan dalam upacara-upacara adat yang  disampaikan secara lisan.”

Dari buku Bahasa dan Sastra Nias yang ditulis oleh  Zendratö (2003), dalam sastra Nias terdapat dua jenis amaedola yakni amaedola side’ide dan amaedola sebua. Yang membedakan kedua jenis amaedola ini adalah panjang dan pendeknya kalimat, jika amaedola side’ide memiliki kalimat yang pendek dan amaedola sebua memiliki kalimat yang panjang dengan sampiran.
Contoh dari Amaedola:

Kauko ba hili kauko ba ndraso, faolo ndra'ugö ba ufaolo göi ndra'o, faoma ita fao-fao”. Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berbunyi, “Mari kita saling menghargai (pendapat) sesama supaya suatu permasalahan dapat terselesaikan dengan kesepakatan bersama dan adil”.

Ada juga amaedola yang lain. Dikutip dari buku Kumpulan Pribahasa Nias Teluk Dalam (La’ija, 1971) yang dikoleksi Museum Pusaka Nias.

Ibinibini’Ó§ ia [bawa], oroma ia na tesa’a. Ibinibini’Ó§ ia [dÓ§fi], oroma ia na akhÓ§mi (Bulan yang bersembunyi di balik awan, akan kelihatan juga disaat purnama. Bintang pun yang bersembunyi akan terlihat juga disaat malam telah tiba) (bawa) “bulan” dan (dÓ§fi) “bintang” merupakan benda-benda langit yang berada di ruang angkasa.

Dan berikut ini penjelasan terkait dengan amaedola di atas....

“Penggunaan metafora (bawa) dan (dÓ§fi) diasosiasikan sebagai sebuah momok, sebuah kebohongan bagi masyarakat Nias jika dilekatkan pada amaedola di atas, yang berarti bahwa bagaimanapun bulan (mbawa) menyembunyikan dirinya maka ia mau tidak mau akan muncul juga disaat purnama, begitu juga bintang (dÓ§fi) menyembunyikan dirinya akan kelihatan juga disaat malam telah tiba. Semua ada masa dan waktunya, dan itu tidak akan bisa dihindari oleh siapapun. (bawa) dan (dÓ§fi) juga bisa diasosiasikan sebagai sebuah talenta, berdasarkan keberadaan bulan dan bintang yang merupakan benda langit, bagi masyarakat Nias juga merupakan benda langit yang sangat indah yang pastinya akan selalu dinantik-nantikan. Beberapa sifat masyarakat Nias yang terlalu merendah diri ataupun juga disebabkan karena malu untuk tampil meskipun memiliki kelebihan/talenta tertentu yang seharusnya bisa dibanggakan. Maka, bagaimanapun itu pada waktunya nanti seseorang itu pasti akan menunjukkan talenta yang dimilikinya. Secara keseluruhan, amaedola ini bermakna bahwa kebohongan bahkan kebenaran sekalipun jangan pernah ditutup-tutupi sebab setiap hal ada waktu dan masanya yang dengan sendirinya akan terungkap juga.”

Amaedola ini kan digunakan untuk upacara. Tapi selain itu digunakan juga untuk keseharian dalam memberikan nasihat-nasihat kepada yang lebih muda. Amaedola ini jumlahnya banyak banget ada ribuan amaedola. Belum sastra sastra lisan yang lain. Kalau dipikir-pikir, baru dari segi bahasa saja Nias itu sudah kaya banget. Apalagi kalau kita ngulik budaya-budaya Nias yang lain.
Nah, nilai-nilai yang terkandung dalam amaedola itu banyak banget karena berisi nasihat-nasihat penting dengan menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Dan Amaedola ini tercipta dari pengalaman-pengalaman leluhur.
Nggak cuma Nias doang sih yang kaya akan budayanya. Waktu aku ke Toraja, budaya pemakaman di sana luar biasa. Atau saat berkunjung ke Sumba dan membahas banyak tentang budayanya, juga sama luar biasanya. Belum daerah-daerah lain. Ribuan bahkan puluhan ribu budaya ada di negeri kita. Indonesia.
Cuma ada yang bikin khawatir,  beberapa budaya sudah mulai menghilang dan nggak digunakan, termasuk budaya Amaedola ini yang mulai bergeser.
Harapan aku, semua orang mulai dari pemerintah, budayawan, pendidik, masyarakat bahu membahu dalam melestarikan budaya yang memiliki nilai-nilai positif untuk kehidupan anak cucu kita.
Semoga ya kearifan lokal dari budaya kita bisa terus bertahan. Aamiin.

Nikmatnya Katupek Pical Kapau


Kuliner di Sumatera Barat biasanya identik dengan makanan dari hewani yang dimasak dengan santan dan berbumbu kuat.  Sayuran yang tersedia di rumah makan padang biasanya daun singkong, sayur nangka dan kacang panjang bersantan, terung balado dan mentimun. Selain itu, jarang ada sayuran lainnya yang tersedia.
Saat berkesempatan singgah ke Bukittinggi, saya diajak keliling oleh Pak Anto (pemilik Sekolah Alam Bukittinggi). Saya berkeliling termasuk ke pasar tradisionalnya. Walau hanya lewat saja, rupanya Bukittinggi yang terkenal juga dengan nasi kapaunya memiliki sayuran yang beraneka rupa. Itu tandanya Bukittinggi dan daerah Sumatera Barat tidak miskin sayuran. Apalagi Bukittinggi dan sekitarnya merupakan daerah berhawa sejuk, jadi kemungkinan sayuran yang biasa hidup di daerah dingin juga hidup di Bukittinggi.
Pertanyaannya.... Kenapa kalau makan di rumah makan padang kita hanya disuguhi sayuran yang disebutkan di atas? Ini perlu dicari data dan faktanya dulu. Dan perlu bolak balik ke Bukittinggi ha... ha... ha.... Maunya sih begitu!
Rupanya enggak cuma nasi kapau yang khas di Bukittinggi, ada satu makanan lagi yang akhirnya mematahkan mindset bahwa sayuran orang Sumatera barat itu-itu saja. Kalau di Jawa ada pecel, lotek, gado-gado, ketoprak, nah, di Sumatera Barat ada Katupek Pical khas Kapau.
 
Katupek Pical Kapau

Jadi, di sebuah pagi yang indah (sebelum saya mengunjungi Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta kemudian dilanjutkan ke Kota Padang), saya diajak sarapan dulu oleh Pak Anto.
“Mau sarapan apa?” tanya Pak Anto saat berboncengan di motor.
“Terserah. Aku ngikut aja.” Saya menjawab sambil menghirup udara pagi Bukittinggi yang sejuk.
“Mau makan bubur ayam?” tanyanya. Dalam hati, saya ingin menolak. Jauh-jauh ke Bukittinggi, makannya bubur ayam  he... he... he.... “Tapi, ngapain ya makan bubur ayam. di Bogor juga banyak kan?” jawab Pak Anto sepertinya membaca apa yang ada di benak saya.
“Iya, pak. Cari makan yang khas Bukittinggilah.” Saya menjawab antusias.
“Baeklah! Kita ke Katupek Pical Kapau.”
Sekitar 10 menitan, motor terparkir di pinggir jalan tepat di depan sebuah tempat makan kaki lima. Gerobak dengan spanduk putih bertuliskan “Katupek Pical Kapau” menjadi objek yang pertama kami lihat. Walaupun saya buka orang Minang, saya dapat mengartikan makanan apa yang ada di balik gerobak ini. Katupek yang artinya ketupat dan pical yang artinya pecel. Semoga dugaan saya benar.
 
Foto dulu di Spanduk Putih "Katupek Pical Kapau"

Duduklah kami. Saya melihat sang penjual meramu makanan yang akan dihidangkan untuk pelanggannya. Saat kami datang pelanggan lumayan banyak, jadi sebelum pesanan kami dibuat, saya duduk sambil sedikit bengong. Tuh kan, ternyata di Sumatera Barat khususnya Bukittinggi ada pecel juga. Kalimat itu yang ada di benak saya waktu itu.
Sang penjual menaruh piring, kemudian mengambil potongan ketupat dan menaruhnya di atas piring. Dengan cekatan  ia lalu mengambil mie kuning, daun singkong yang sudah direbus, kol yang diiris tipis-tipis, rebusan tauge dan irisan jantung pisang. Yummy, sebagai pecinta sayuran, katupek pical ini bakalan jadi list favorit saya. Setelah semua bahan di masukkan di piring, sang penjual menyendokkan bumbu kacang ke dalam piring lalu menambahkan kerupuk berwarna merah jambu di atas katupek pical
 
Sang penjual katupek pical sedang meracik

Selang beberapa menit, pesanan kami diracik dan dihidangkan. Air liur sudah saya telan berkali-kali saat tadi sang penjual meramu makanan. Dan sekarang Katupek  Pical Kapau sudah ada di hadapan saya.
Bismillah. Sebelum makan dan foto-foto, baca doa dulu agar makanan yang dimakan berkah dan bermanfaat untuk tubuh. Setelah berdoa, saya ambil kamera untuk foto-foto sebentar. Kemudian...
Saya menyendokkan katupek pical ke dalam mulut. Dan.... aaargh... nikmatnya tiada duanya. Sayuran yang direbus cukup matang menyatu dengan bumbu kacang lalu diakhiri dengan kerupuk yang renyah. Nikmat sekali. Alhamdulillah.
Bumbu kacang di katupek pical ini sedikit berbeda dengan bumbu kacang pecel atau gado-gado. Namun saya agak bingung menjelaskan letak perbedaannya. Sebenarnya, secara bahan bumbu pecel ini nggak beda jauh dengan bumbu pecel pada umumnya. Mungkin keadaan geografi dan cara masak yang khas membuat cita rasanya jadi berbeda.
Saya menyantap sendok demi sendok dengan rasa syukur yang luar biasa. Satu piring katupek pical telah tuntas saya habiskan. Perut kenyang tapi nggak bikin eneg. Alhamdulillah masih diberi nikmat kesehatan, lidah masih diberikan nikmatnya makanan lezat dan raga masih diberi kekuatan melangkah hingga Bukittinggi. Alhamdulillah.
Satu piring katupek pical ini harganya nggak mahal. Persisnya saya kurang ingat, berkisar delapan ribu sampai sepuluh ribuan. Tapi nggak rugi sih. Rekomendasi banget kalau suatu hari nanti kalian berkunjung ke Bukittinggi.
Perjalanan saya di Bukittinggi tidak lama, hanya dua malam satu hari. Tapi seharian diajak jalan ke wisata alam dan makan kuliner khas menjadi pengalaman yang luar biasa. Salah satunya ya ini menikmati Katupek Pical Kapau yang memang juara enaknya.
Yuuk ke Bukittinggi! Yuuk makan katupek pical kapau!
***
Baca juga!