Buku Tradisi Makan Siang Indonesia

Setiap keluarga punya caranya sendiri untuk merawat kebersamaan. Di keluarga kami, salah satu cara paling sederhana sekaligus paling hangat adalah lewat makan siang bersama. Bukan sekadar mengisi perut, tapi juga mengisi ruang-ruang rindu, tawa, dan cerita yang sering kali tak sempat terucap di hari-hari sibuk.

Merawat Kebersamaan Lewat Seruit Lampung

Saya teringat satu momen yang selalu membekas: makan siang bersama keluarga dengan hidangan seruit khas Lampung. Tidak ada meja makan yang terlalu rapi atau sajian yang berlebihan. Yang ada justru tikar, piring-piring sederhana, sambal terasi, tempoyak, lalapan segar, dan ikan bakar yang aromanya langsung mengundang semua orang untuk duduk melingkar. Seruit memang bukan sekadar makanan; ia adalah ajakan untuk berkumpul.

Seruit biasanya dinikmati bersama-sama. Ikan bakar atau ikan goreng disuwir, dicampur sambal, tempoyak, dan perasan jeruk, lalu disantap rame-rame. Di situlah kehangatan tercipta. Kami makan dengan tangan, saling berbagi lauk, dan sesekali saling menggoda soal siapa yang paling tahan pedas. Percakapan mengalir ringan tentang pekerjaan, sekolah, kabar saudara. Tanpa disadari waktu berjalan lebih lambat, seolah makan siang memberi jeda khusus bagi keluarga.

Makan siang seperti ini selalu membuat saya sadar bahwa makanan tradisional punya peran lebih dari sekadar rasa. Ia menyimpan nilai kebersamaan, kesederhanaan, dan rasa syukur. Dari seruit, saya belajar bahwa kelezatan tidak selalu datang dari bahan mahal, melainkan dari cara kita menikmatinya bersama orang-orang terdekat.

Buku Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya

Pengalaman-pengalaman makan siang penuh kehangatan inilah yang kemudian terasa beresonansi ketika saya mendapat kesempatan terlibat dalam buku antologi “Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya”. Buku ini menghadirkan cerita-cerita makan siang dari berbagai daerah di Indonesia, ditulis oleh 40 penulis dari latar belakang yang beragam. Setiap tulisan membawa pembaca berkeliling Nusantara lewat hidangan khas dan tradisi yang menyertainya. Saya pun menuliskan kisah seruit yang memang sudah melekat lama dalam hidup.

Saat buku ini sampai di rumah, saya membukanya dengan hati-hati. Kualitas kertasnya tebal, desainnya apik, memberi kesan eksklusif sekaligus hangat seperti isi ceritanya. Membaca lembar demi lembar, saya semakin sadar betapa kayanya Indonesia. Ada begitu banyak kuliner yang belum pernah saya cicipi, terutama dari Indonesia bagian timur dan Sumatera, masing-masing dengan cerita dan tradisi makan siangnya sendiri.

Buku ini bukan hanya memperluas wawasan tentang ragam kuliner Nusantara, tetapi juga mengingatkan bahwa makan siang bisa menjadi momen penting untuk membangun kedekatan keluarga. Banyak resep dan cerita di dalamnya terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari, seolah mengajak kita untuk kembali ke dapur, memasak, lalu duduk bersama menikmati hidangan dengan penuh rasa syukur.

Lewat kisah-kisah dalam Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya, saya kembali diingatkan bahwa Indonesia kaya akan bahan pangan yang sehat dan bergizi, sekaligus kaya akan tradisi yang menghangatkan. Seperti seruit di meja makan keluarga kami sederhana, pedas, tapi penuh cinta.

Buku Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya
Editor: Amanda Katili Niode, Ph.D.
Translator: Awi Chin
Perancang Sampul: Ghofar I. Amar
Penata Letak/Ilustrasi Isi: goodteadesign
Ukuran Buku: 20 x 23 cm
Tebal: 482 halaman
ISBN: 978-634-7208-12-5
Penerbit: CV Diomedia
Cetakan Pertama: Agustus 2025

Tidak ada komentar

Posting Komentar