Tanda Tangan


Tak ada yang aneh dengan tangan Melly. Tangannya biasa saja. Tak terlalu besar juga tidak teramat kecil untuk ukuran badannya yang standar dengan tinggi dan beratnya. Namun ada yang membuat Melly terlihat unik. Sebenarnya terlihat bermasalah bagiku. Tanda tangannya, itu masalahnya.

Kata orang tanda tangan menyiratkan karakter seseorang. Meskipun tak sepenuhnya aku mempercayainya. Namun semenjak akrab dengan Melly perlahan aku mulai mempercayai kata orang tentang tanda tangan itu.

Bagiku tanda tangan Melly begitu rumit, serumit kehidupannya. Bayangkan ada beberapa tahapan dalam membuat sebuah tanda tangan seorang Melly. Awalnya ia akan membubuhi inisial namanya “M”, kemudian lekukan-lekukan aneh menjadi tahapan berikutnya, di ujung huruf “y” yang bermertamorphosis aneh. Belum selesai ada garis berlekuk dengan tanda kutip di tengahnya, lalu kupu-kupu manis bertengger di pinggir dekat huruf “y”.

Dia akan cukup lama membuatnya. Jika beberapa kali aku mencobanya yang ada aku bingung. Jika aku melihat ia membuatnya aku pusing. Terlalu rumit.

Pernah iseng aku menanyakan perihal tanda tangannya. Biasanya masing-masing individu memiliki arti tersendiri dengan tanda tangan yang dimilikinya atau nilai history yang terkandung di dalam tanda tangannya.

Dengan tenang Melly menjelaskan perihal tanda tangannya. Panjang lebar ia menjelaskan makna yang tersirat dalam tanda tangnnya. Namun bagiku tanda tangannya tetap rumit. Meskipun aku mengakui kalau tanda tangannya unik, sulit ditiru, dan terus terang indah.

Akan tetapi permasalahan-permasalahan hidup yang banyak bagi Melly berawal dari tanda tangan rumitnya. Ketika masa-masa perkuliahan, dan karena sesuatu hal Melly tidak dapat ikut kuliah sehingga ia menitipkan pembubuhan tanda tangnnya padaku. Aku panik kala itu. Tak sedikitpun aku menguasainya. Berulangkali aku mencobanya di bukuku. Dan akhirnya, aku bisa menirunya dengan gayaku sehingga lekukan naik turun tak sebagus empunya, huruf “y” yang bermertamorphosis aneh tak seapik biasanya, dan kupu-kupunya. Maaflah!

Saat Melly masuk dan melihat tanda tangan “aneh” bertengger di absentnya. Dia melirikku dengan gelengan kepala yang menyiratkan kekesalan. Aku hanya tersenyum. Suruh siapa punya tanda tangan seperti itu. Aku membela.

Itu baru masalah biasa. Ada saat ketika aku mengantarkan Melly ke bank. Permasalahan tak terelakkan, maksudku teller bank mijit-mijit jidadnya. Untung gak pingsan. Teller bank bilang pusing, kelamaan, rumit, bikin stress yang melihatnya.

Melly naik pitam, dengan suara yang meninggi dia memarahi teller bank tersebut. “Eh, mbak. Kalau pusing jangan jadi teller saja. Jadi artis sinetron tuh. Atau bintang film. Kan sekarang film-film horor banyak dibuat. Sekalian mbak jadi hantunya. Sepertinya pantas. Teller Casablanca atau Hantu Teller bank.”

Suasana bank agak memanas. Semua mata melihat ke arah Melly yang menghujat-hujat. Teller bank memohon maaf berkali-kali. Satpam diterjunkan. Aku yang melihat kejadian itu bingung dan panik. Namun pihak bank akhirnya meminta maaf dan masalah beres.

Aku tersenyum lalu tertawa lebar setelah mendengar Melly bercerita tantang kejadian di bank. Namun aku berangsur-angsur serius ketika dia memasang wajah manyunnya. Kalau tidak aku bisa dimaki-maki atau dicuekin beberapa waktu. Ternyata kejadian di bank tidak tuntas. Beberapa hari setelah insiden Melly dengan teller bank, surat pembaca tentang ketidakpuasan pelayanan bank dimuat di beberapa koran-koran terkemuka. Dan pengirimnya tak lain dan tak bukan adalah Melly.

Masalah lain timbul berurut-urut. Dosen praktikum yang menggeleng sebel. Teman-teman kuliah yang kesel karena menunggu beberapa saat bila Melly membubuhkan tanda tangannya. Atau pengawas ujian, tukang pos surat, pedagang yang bertransaksi dengan Melly, dan semua tetek bengek yang berhubungan dengan tanda menandatangani.

Pada saat pergantian KTP yang telah jatuh tempo, aku sempat menyarankan pada Melly untuk mengganti tanda tangannya. Menggantinya dengan tanda tangan yang lebih  simpel atau sederhana. Namun ia bersikeras untuk tetap mempertahankan. 

Begini jawaban Melly,
“Saya kan sudah bilang ke kamu arti tanda tangan ini, Na. Ini adalah bagian dari hidup saya. Kalau kalian mengatakan ini terlalu ribet dan rumit, bahkan mereka juga. Kalian salah, kalau kalian simak lebih dalam tanda tangan ini sangat mudah, sangat sederhana. Itu jika kalian mempu memahaminya lebih dalam.”

“Namun orang-orang nggak mau peduli. Mel. Kalau hidup kamu lebih sulit karena tanda tangan itu, lepaskan saja! Ganti! Cari tanda tangan yang gampang, sederhana, dan tidak membuat orang manyun jika melihat kamu membuatnya.”

“Sayangnya tak segampang itu, Na. Masing-masing orang mempunyai karakter tersendiri. Saya tidak mau terpengaruh dengan ucapan kamu atau mereka. Saya tidak akan melepaskannya. Biar saja.”

Perdebatan sengit untuk ke sekian kalinya. Dan itu hanya untuk masalah tanda tangan. Hanya jika wajah Melly berlipat masam, aku tak akan berkomentar lagi. Lebih baik diam atau mengalihkan topik pembicaraan. Jika topik tanda tangan terus dilanjutkan bisa gawat.

Sama halnya dengan tanda tangan Melly yang begitu rumit. Kehidupannya juga begitu. Mau kuliah, mau makan, mau tidur, mau beraktivitas apa saja. Melly terlalu rumit. Mulai penampilan, selera, dan hobi sama rumitnya. Walaupun Melly dengan mimik muka yang begitu serius menyatakan padaku bahwa dia adalah orang yang begitu sederhana, simpel, dan tidak suka neko-neko.

Pemantauanku terhadap Melly harus terhenti ketika upacara wisuda terlewati. Aku harus kembali ke daerahku dan Melly harus pergi ke daerahnya. Saat kami berpisah, dia sempat bebisik padaku, “ Aku tidak akan pernah merubah tanda tanganku. Hingga mati. Jika suatu hari engkau menemukan tanda tanganku yakinlah bahwa itu aku, Melly!”

Semenjak itu meskipun beberapa kali kami berkomunikasi. Perkabaran masing-masing dari kami harus benar-benar terhenti. Nomor telepon genggam yang telah mati, alamat rumah yang tak ditempati lagi, dan email yang tak terdeteksi. Segalanya benar-benar terhenti.

Hingga akhirnya ketika masa kontrak kerjaku dengan sebuah perusahaan tekstil luar negeri berakhir. Dan saat aku beralih ke perusahaan minuman untuk menjadi sekretaris, aku menemukan sebuah tanda tangan salah satu direktur perusahaan bahan baku minuman yang mengajak berkerjasama.

Tadinya aku tidak terlalu mempedulikan, namun karena pekerjaanku menuntutku untuk bekerja lebih teliti. Akhirnya aku menemukannya dan bertambah yakin ketika nama di  bawah tanda tangan itu bertulis Melly Sahara. Aku berteriak senang.

Ternyata amatlah sulit menemui seorang direktur. Meneleponnya pun terlalu sibuk rupanya. Akhirnya setelah mendapatkan tanda tangannya aku temui juga rumahnya namun sayang Melly keluar kota. 

Hari berikutnya aku disibukkan dengan pekerjaanku sebagai sekretaris. Telepon berdering dan berasal dari sekretaris Melly. Esok lusa mereka akan melakukan meeting untuk membahas kerjasama. Aku menghubungi bossku dan menyetujui meeting tersebut. Hatiku melonjak gembira. Esok lusa aku akan bertemu dengan Melly.

Hari yang dinanti kandas, anak kembarku tiba-tiba sakit. Hari-hari berikutnya setelah pulang kerja kutemui Melly di rumahnya. Akhirnya aku berhasil menatapnya setelah sekian tahun tidak bertemu. Dia terpana, aku bengong. Ia tak berubah sama sekali, semakin cantik. 

Kami bercengkrama, bercerita, dan mengulas kisah masa lalu yang begitu indah.

Dan dari ceritanya, kembali kudengar ia berceloteh tentang tanda tangannya. Tanda tangan yang ribet dan rumit yang mengantarkannya pada kesuksesan. Aku hanya terdiam menyimak ucapan Melly tentang tanda tangannya.

“Kau tahu apa arti tanda tanganku? Inisial “M” ini adalah inisial namaku. Lalu lekukan naik turun ini. Itu menandakan bahwa hidup itu selalu naik turun. Roda berputar, kadang di atas kadang di bawah. Garis lekuk di bawah dengan tanda kutip menandakan tentang keberadaanku di dalam kehidupan ini yang tak akan kekal. Dan kupu-kupu yang menempel di huruf “y” ini. Kau tahu kupu-kupu selalu bermertamorphosis sempurna. Memulai dari telur lalu menjadi ulat yang menjijikkan dan ia akhirnya menjadi kupu-kupu dengan sayap yang indah. Begitulah, aku ingin seperti itu.”

Aku mengangguk....

“Na, tadinya aku mencoba merubah tanda tanganku. Namun aku bertahan. Hingga akhirnya ketika aku mengajukan proposal usaha ke sebuah bank. Mereka menyanggupinya. Kamu tahu apa penyebabnya? Selain karena usahaku yang unik, manajer keuangan bank itu tertarik melihat tanda tanganku. Kamu tahu apa katanya? Tanda tanganku memiliki ciri khas dan berkarakter.”

Aku tersenyum mendengarnya lalu kembali sungguh-sungguh menyimak lanjutan ucapannya.

“Semenjak itu kami akrab. Dan manajer bank itu kini menjadi suamiku, Na. Aku bahagia.”

Lagi-lagi aku tersenyum. Di teras rumahnya yang megah, sambil melihat langit yang samar-samar bertabur bintang. Aku melihat tanda tangan Melly terbentuk dari bintang di langit. Menakjubkan!

“Bukan tanda tangannya, Na. Tapi maknanya!”

Ia meyakinkanku. Aku mengangguk mantap.

Bogor, 25 Maret 2006
Untuk orang-orang yang kadang jengkel dengan tanda tanganku!









Tidak ada komentar

Posting Komentar